10 ALASAN SUSAH MOVE ON DARI BANDA NAIRA
benteng belgica banda |
Indonesia tanah air beta, pusaka abadi nan jaya..
Indonesia sejak dulu kala, selalu di puja puja bangsa..
Opa Ismail Marzuki emang bener adanya. Lirik lagu Indonesia Pusaka yang bilang Indonesia sejak dulu kala selalu di puja puja bangsa, 100% valid! Jauuuuuuuuuuuuh sebelum Republik Indonesia berdiri di tahun 1945, mini Indonesia udah tercipta di kepulauan nun jauh : Kepulauan Banda
Beneran 2018 dan 2019 adalah tahun tergila buat gw. Satu per satu hal yang dulu cuma bisa dibayangin sambil ngeliatin kalender BCA karena ga yakin I can afford it, kejadian! Napak di Wamena, menghadiri Festival Lembah Baliem dan satu lagi yang paling indah - gw sampe histeria gak bisa tidur tiga hari tiga malem sebelom berangkat : Tanah Kepulauan Banda.
Ari-ari gw boleh ditanem di Pontianak, tempat lahir di Pontianak, tapi hati gw tertinggal di Banda Naira.
Membaca paragraf pembuka buku Nathaniels Nutmeg karya Pakde Gilles Milton aja udah bikin terprovokasi, aroma pala yang tercium dari kejauhan sekalipun mereka belum mendarat di tanah Banda. Kunjungan pertama gw ke Banda dengan agenda utama diving trus ngarep ketemu hammerhead shark yang lagi migrasi dari Australia. Tapi di kunjungan kedua? Lupakan soal diving karena keindahan Banda dan histori di belakangnya bikin jatuh cinta. Uwu gak?
SATU : Menuju Banda Pake Niat + Tekad Kuat & Dompet yang Sehat
Tempatnya yang cukup remote menjamin hanya orang orang dengan NIAT lah yang bela-belain kesini. Jakarta - Makasar - Ambon via udara kalau waktunya mepet kek gw lanjut lagi dengan kapal cepat dari Ambon ke Banda. Selain biaya transportasi (PP Jakarta Ambon non Lion kurang lebih 5-6 jutaan) waktu perjalanan, biaya akomodasi, tiket penumpang kapal cepat dari Tulehu yang kadang bisa booking kadang kudu OTS dan sedikit gen perjudian karena laut Banda kadang suka gak ketebak! Banda sungguh bukan lokasi yang effortless kayak Bali, kapanpun lu pengen makan babi guling ke Ubud, banyak flight ke Bali jam berapapun. Ke Banda? Harus beberapa kali cek cek dengan temen kita di Ambon dan Banda untuk tanya cuaca dan gelombang. Kapal jalan atau nggak. Pesawat rutenya di call down atau ngga. Sekalipun bulan terbaik ke Banda emang di rentang September hingga tengah November terbukti cukup cerah dan transportasi semua jalan, di sisa bulan lainnya ya judi semua.
DUA : Konsep Mini Indonesia Udah Duluan Kejadian di Banda
Kenapa gw bilang "mini Indonesia"? Karena ketika Banda sebagai tanah strategis jaman perdagangan rempah, segala suku bangsa tumpah ruah di sini : Melanesia, Melayu, Arab, Cina, Portugis, Jawa, pedagang Sumatera dan suku bangsa lainnya yang nantinya akan jadi para penyumbang DNA orang orang Indonesia, udah tumpah ruah di sini sejak dulu kala. Sebelum Inggris dateng, semua masih adem ayem. Belanda ikutan dateng, makin runyamlah kondisi di Banda.
Waktu jaman pembuangan Bung Hatta, Bung Syahrir dan bapak bangsa lainnya di Banda, Banda menginspirasi konsep kemerdekaan dan negara Indonesia. 3 nama kampung kampung di Banda diberikan langsung oleh Bung Hatta : Dwiwarna, Nusantara, Merdeka.
Waktu jaman pembuangan Bung Hatta, Bung Syahrir dan bapak bangsa lainnya di Banda, Banda menginspirasi konsep kemerdekaan dan negara Indonesia. 3 nama kampung kampung di Banda diberikan langsung oleh Bung Hatta : Dwiwarna, Nusantara, Merdeka.
Sayangnya Genosida Banda oleh Belanda (damn you JP Coen!) berdampak besar terhadap garis keturunan para penduduk Banda. Sulit sekali menemukan lineage Banda murni karena sebagaian besar sudah campur baur dengan suku bangsa lain. Yang bikin saya terharu dengan Banda, sekalipun ada garis suku dari ayah dan ibu, mereka dengan bangga menyebut dirinya : BETA ORANG BANDA, tanpa terikat pada suku dominan yang mengalir di darah mereka.
TIGA : Sejarahnya Gilak!
Siapa yang gak pernah denger nama JP. Coen, Bung Hatta, Bung Syahrir, Des Alwi, dan cerita cerita para Bapak Bangsa yang dibuang ke Banda? Bahkan Pulau Rhun di Banda sampe di tuker guling dengan Manhattan di New York via perjanjian Breda gara gara rebutan hak untuk menguasai Pala Banda. Asal usul Kampung Bandan di Jakarta ternyata ada kaitan dengan pembantaian genosida Banda 300an tahun yang lampau. Bayangkan, di pintu kapal pulau Banda dulu, kapal kapal besar penjelajah samudra dari Portugis, Spanyol, Inggris, Gujarat, China berbondong bondong masuk demi satu hal : rempah rempah dan Pala. Selain itu, Banda adalah tempat di mana nuansa klasik kolonial masih bisa kita rasakan dari bangunan bangunan epicnya.
Siapa yang sangka kepulauan kecil kaya Pala inilah yang bikin Indonesia masuk ke masa gelap kolonialisme dan penjajahan gak tertanggungkan ratusan tahun?
Siapa sangka konflik Ambon pun menyebar menyeberang lautan sampai ke Banda dan bikin sejarah kelam tentang pembantaian antar etnis dan agama, menyebabkan ketakutan luar biasa dan titik balik : toleransi tinggi di Banda.
EMPAT : Bangunan Klasik Bersejarah yang Bergelimpangan Di Mana Mana
Berapa banyak yang sadar bahwasanya Istana Merdeka di Jakarta inspired by Istana Mini di Banda!! Benteng - benteng peninggalan Belanda masih berdiri utuh : Benteng Nassau dan Belgica, beberapa reruntuhan benteng di Rhun dan Banda Besar. Benteng Belgica lah yang menjadi latar uang kertas seribu rupiah yang gak banyak beredar itu.
Rumah pembuangan Bung Hatta, Bung Syahrir yang menjadi inspirasi kemerdekaan masih bisa didatangi. Gedung gedung pertemuan jaman kolonial, Gereja Banda dengan batu nisan besar di lantainya, Perkenier Pala jaman Belanda, meriam meriam kecil bergelimpangan di tepi jalan bukan hal yang aneh ketika ada di Banda.
Rumah pembuangan Bung Hatta, Bung Syahrir yang menjadi inspirasi kemerdekaan masih bisa didatangi. Gedung gedung pertemuan jaman kolonial, Gereja Banda dengan batu nisan besar di lantainya, Perkenier Pala jaman Belanda, meriam meriam kecil bergelimpangan di tepi jalan bukan hal yang aneh ketika ada di Banda.
Penginapan Delfika, paling berkesan yang dikelola Pak Bahri & Ibu, polsek Banda yang lantainya masih tersisa tegel tegel klasik kolonial, Nisan nisan marmer peninggalan para petinggi Belanda yang meninggalkan hatinya di Banda.
Gak bisa berkiti kiti lagi deh.
LIMA : Landscapenya? Seng Ada LAWAN!
Kalau kata M.A.W Brower : Bumi Pasundan lahir ketika Tuhan sedang tersenyum. Gw mo challenge Meneer Brower, Tuhan lagi ngapain pas nyiptain Bandanaira?
Tanpa berniat apa - apa, gw rasa Tuhan lagi seneng banget abis menang togel pas nyiptain Banda. Lanskapnya luar biasa dengan tiga pulau besar di Banda : Naira, Banda Besar dan Gunung Api. Sisanya pulau kecil tapi spekta di ujung ujung : Pulau Rhun dan Pulau Sjahrir dan Pulau Hatta.
Satu lagi yang bikin Banda seng ada lawan : Gunung Api kucinta kau! Tanpa Gunung Api yang rupawan namun mematikan ini, mungkin Banda bagai sayur asem tanpa daun melinjo. Tanahnya mungkin ga sesubur ini. Birunya laut Banda dari kejauhan, pulau-pulaunya yang rupawan, rimbunnnya kebun pala dari kejauhan.
oke, kehabisan kata kata.
ENAM : Suasananya yang Menenangkan
Gw baru dua kali ke Banda Naira dan berharap akan ada waktu yang pas supaya gw bisa tinggal lebih lama di Banda. Jauh dari hiruk pikuk keramaian, melepas lelah kerja kantoran yang menguras tenaga dengan memandangi kedalaman Laut Banda.
Masyarakatnya yang tak ambil pusing dengan kedatangan pengunjung dari belahan dunia lain pun bikin kita bisa menikmati Banda dengan lebih leluasa. Semua ramah dan terbuka - gak semata mata tentang gimana caranya bisa ngeruk rupiah dengan over tourism seperti Bali. Banda is at highest class. Gw berasa jadi bagian dari orang Banda.
TUJUH : Ikan Mandarin Langka dan Ratusan logs diving yang gak akan bikin puas.
Ikan Mandarin adalah spesies endemik timur. Gw baru ketemu beberapa tempat : Alor, Ternate dan Banda. Di Banda ga usah susah susah nyari ikan Mandarin macem di tempat lain. Cukup pake fin + snorkel, nyemplunglah kalian di kedalaman 2-3 meter di depan rumah om Reza di Nutmegtree atau di bawah penginapan Bintang Laut. Bersembunyi di batu batu pondasi dan berharap barisan bulu babi melindungi mereka, ratusan ikan mandarin beranak pinak di Banda. Tiap jam 5 sore, saksikan tarian magis mereka kawin mawin di dalam kegelapan. GILAA!
Banda Naira dan Alor adalah dua lokasi yang dilewati rombongan hammerhead shark yang bermigrasi dari Australia. Gak usah nungguin Hammerhead, bawah laut Banda emang cakep bangetttttt tiada tertahankan. Lava Flow, Batu Kapal, Pulau Rhun, dan spot spot yang namanya gw gak peduli lagi, selalu bikin terkenang dan ingin ingin ingin ingin kembali lagi hanya ke Banda.
DELAPAN : Pantainya yang Aduhai
Jangan tanya tentang indahnya pantai pulau Rhun dan Nailaka. Datang dan liat sendiri.
SEMBILAN : Lezatnya Makanan di Banda yang Sulit Dilupakan.
Berbumbu kuat
Semburat aroma pala yang selalu ada di setiap masakan
Semburat aroma pala yang selalu ada di setiap masakan
Ikan ikan segar yang baru ditangkap
Masakah paling JUARA adalah sajian bersahaja di Delfika dan dinner di Cilu Bintang.
Mengawali hari dengan seduhan teh pala,
Ditutup dengan segelas es pala abis jalan kesana kemari
Memanjakan lidah, bikin tastebud sakau, ingin balik balik balik balik dan balik lagi ke Banda!
SEPULUH : Syahdunya Hujan di Banda
Suasana pagi dan sore di Banda tenaang banget, apalagi kalau kita dateng di bulan bulan monsun Maret - Juni - rasakan sendiri magisnya hujan di Bandanaira. I wont tell you more. Dengan sepenuh tekad, kami pernah ke Banda di medio bulan April 2019. Asumsinya dari beberapa tahun terakhir, kondisi lautan aman dan cerah. Nyatanya : Laut Banda bergejolak dengan gelombang tinggi sehingga kapal cepat Bahari ga bisa jalan. Setibanya kami di Banda, cuaca mendung menutup gerahnya udara Banda. Hujan setiap hari turun di Banda & anehnya kami gak protes malah menikmati derasnya hujan di Banda.
Sekali lagi, menukil penggalan prolog dari buku Giles Milton - Nathaniels Nutmeg,
"The land can be smelled before it can be seen"
Ah, sungguh hatiku tertinggal di Banda Naira
Komentar
Posting Komentar
Hai terimakasih udah blogwalking ke sini. Let me know your opinion here. Cheers :)